Jakarta (Riaunews.com) – Pemerintah mengalihkan dana kas negara sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Langkah ini menuai sorotan karena dinilai berisiko jika tidak diawasi dengan ketat, terutama terkait potensi penyaluran kredit ke sektor energi fosil.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memperingatkan dana besar itu bisa terserap ke proyek-proyek energi fosil yang berisiko menimbulkan aset terlantar dan kredit macet. Ia menegaskan dana tersebut seharusnya diarahkan untuk mendukung agenda Presiden Prabowo Subianto mencapai 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan.
Bhima menilai momentum ini seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintah dan Himbara untuk meningkatkan porsi pendanaan ke sektor energi terbarukan. Pasalnya, porsi kredit Himbara ke sektor hijau saat ini masih di bawah 1 persen. Menurut proyeksinya, energi bersih mampu menciptakan hingga 19,4 juta lapangan kerja baru dalam dekade mendatang.
Policy Strategist CERAH, Dwi Wulan, juga menekankan perlunya pemanfaatan dana Rp200 triliun itu untuk mempercepat transisi energi. Ia menyebutkan potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.687 gigawatt (GW), tetapi baru sekitar 13 GW yang dimanfaatkan. “Dengan memperkuat pendanaan energi bersih, industrialisasi bisa berjalan stabil dan kompetitif,” ujarnya.
Dwi menambahkan kebutuhan listrik untuk hilirisasi industri pada 2040 akan melonjak hingga 60 GW. Jika masih bergantung pada energi fosil, risiko stranded asset akan semakin besar. Karena itu, ia mendorong pemerintah dan Himbara mengadopsi prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) agar arus pembiayaan selaras dengan ekonomi hijau.
Juru kampanye energi Trend Asia, Novita Indri, memperingatkan agar tidak ada celah pendanaan sektor fosil melalui skema ini. Ia menyinggung laporan #BersihkanBankmu yang mencatat Himbara masih gencar mendanai batu bara pada 2021–2024 dengan total mencapai USD 5,6 miliar. “Dana sebesar itu jangan lagi menyuburkan energi kotor, tapi harus jadi motor transisi energi bersih,” tegasnya.
Komentar