Retorika Perang Nuklir AS-Rusia Memanas, Dipicu Pernyataan Jenderal soal Kaliningrad

Memperburuk Kekahwatiran Global Terhadap Potensi Perang Nuklir

Washington (Riaunews.com) – Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia kembali meningkat menyusul pernyataan kontroversial dari Jenderal Angkatan Darat AS, Christopher Donahue, terkait eksklave Rusia di Eropa, Kaliningrad. Retorika ini memperburuk kekhawatiran global terhadap potensi konfrontasi nuklir di tengah konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina.

Dalam forum militer LandEuro di Wiesbaden, Jerman, Jenderal Donahue menyinggung posisi Kaliningrad yang terjepit di antara Polandia dan Lituania—dua negara anggota NATO. Ia menyatakan bahwa aliansi yang dipimpin oleh AS memiliki kapasitas untuk merebut wilayah tersebut dengan cepat.

“NATO dapat menghancurkannya dalam jangka waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan lebih cepat daripada yang pernah kami lakukan,” ujar Donahue, seperti dikutip dari Newsweek.

Pernyataan tersebut segera mendapat respons keras dari Moskwa. Ketua Komite Urusan Luar Negeri Duma Rusia, Leonid Slutsky, menegaskan bahwa Kaliningrad adalah bagian tak terpisahkan dari Rusia. Menurutnya, setiap serangan ke wilayah itu akan dianggap sebagai serangan langsung terhadap Rusia dan direspons berdasarkan doktrin nuklir negara tersebut.

“Serangan terhadap Wilayah Kaliningrad akan berarti serangan terhadap Rusia, dengan segala tindakan pembalasan yang semestinya, yang antara lain diatur oleh doktrin nuklirnya,” kata Slutsky. “Jenderal AS harus mempertimbangkan hal ini sebelum membuat pernyataan tersebut.”

Slutsky menjadi pejabat tinggi Rusia kedua yang menyuarakan ancaman nuklir dalam sepekan terakhir. Sebelumnya, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov juga menegaskan bahwa doktrin nuklir Rusia masih berlaku, menanggapi langkah terbaru AS dan NATO yang berencana memasok senjata canggih ke Ukraina.

Ketegangan ini terjadi di tengah konflik bersenjata Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda mereda sejak dimulai pada Februari 2022. Perang tersebut telah memperburuk hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat, khususnya AS dan anggota NATO.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menunjukkan pendekatan yang berbeda terhadap konflik ini dibanding pendahulunya, Joe Biden. Trump dikenal lebih vokal terhadap pemerintah Ukraina, namun baru-baru ini meningkatkan kritik terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Situasi ini menambah kekhawatiran internasional akan eskalasi lebih lanjut, termasuk risiko penggunaan senjata nuklir, di tengah atmosfer geopolitik yang semakin rapuh.

Komentar