PWI Pusat Tegaskan Pasal 8 UU Pers Konstitusional, Dorong Penguatan Perlindungan Wartawan

Nasional63 Dilihat

Jakarta (RiauNews.com) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menegaskan bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tetap bersifat konstitusional dan relevan dengan perkembangan zaman. Namun, pelaksanaannya di lapangan perlu diperkuat agar perlindungan terhadap wartawan lebih efektif dan dapat diterapkan secara konsisten.

“Agar wartawan benar-benar terlindungi dalam menjalankan profesinya,” ujar Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, dalam sidang lanjutan uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa kemarin (21/10/2025).

Sidang ini merupakan lanjutan dari permohonan uji materi yang diajukan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Pemohon menilai Pasal 8 UU Pers masih multitafsir dan belum memberikan jaminan perlindungan hukum yang memadai bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim, Akhmad Munir menegaskan bahwa Pasal 8 UU Pers telah memberikan dasar hukum yang kuat bagi perlindungan wartawan. Namun, implementasinya di lapangan masih belum optimal karena lemahnya koordinasi antar-lembaga yang berwenang.

“Pasal 8 Undang-Undang Pers adalah norma fundamental yang harus dipertahankan. Namun pelaksanaannya perlu diperkuat agar wartawan memperoleh perlindungan hukum yang nyata di lapangan,” tegas Munir.

Ia menambahkan, perlindungan terhadap wartawan harus dipandang sebagai kewajiban aktif negara, bukan sekadar tanggung jawab moral atau sosial. Bentuk perlindungan tersebut mencakup keamanan fisik, keamanan digital, serta perlindungan dari tekanan dan kriminalisasi terhadap karya jurnalistik yang sah.

“Ketika wartawan menghadapi ancaman atau tekanan, seharusnya ada mekanisme cepat dan jelas antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi profesi untuk memberikan perlindungan,” ujarnya.

Menurut PWI, tantangan utama dalam penerapan Pasal 8 bukan terletak pada isi pasalnya, melainkan pada lemahnya sinergi antara lembaga-lembaga pelaksana. Karena itu, PWI mendorong dibentuknya mekanisme terpadu antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi wartawan agar setiap perkara yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik dapat diselesaikan sesuai ketentuan UU Pers.

Dalam sidang tersebut, PWI Pusat menyerahkan keterangan tertulis kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memuat enam pokok pikiran utama, yaitu:

  1. Pasal 8 UU Pers harus dipertahankan sebagai norma konstitusional yang menjamin kemerdekaan pers.

  2. Perlindungan hukum bagi wartawan merupakan kewajiban negara.

  3. Perlindungan tidak berarti memberikan kekebalan hukum.

  4. Koordinasi antar-lembaga perlu diperkuat agar pelaksanaan perlindungan berjalan efektif.

  5. Perlindungan hukum harus mencakup aspek digital dan psikologis.

  6. Negara wajib memastikan perlindungan wartawan berjalan adil dan berkelanjutan.

Ketua Umum PWI Pusat hadir bersama jajaran pengurus, antara lain Anrico Pasaribu (Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum), Edison Siahaan (Ketua Satgas Anti Kekerasan), Baren Antoni Siagian (Komisi Hukum dan HAM), Jimmy Endey (Komisi Kajian dan Litbang), Rinto Hartoyo Agus (Ketua Seksi Hukum PWI Jaya), serta Rizal Afrizal (Komisi Pangan dan Energi).

Kehadiran delegasi lengkap tersebut menunjukkan komitmen PWI dalam memperkuat posisi pers nasional agar tetap terlindungi secara hukum, etika, dan profesional.

Menutup keterangannya, Akhmad Munir menegaskan bahwa PWI Pusat akan terus memperkuat fungsi advokasi, pendidikan etika jurnalistik, dan pembinaan hukum bagi wartawan di seluruh Indonesia.

“Perlindungan wartawan bukanlah keistimewaan, tetapi mandat konstitusi. Negara harus hadir untuk memastikan kemerdekaan pers berjalan seiring dengan keadilan dan tanggung jawab,” pungkas Munir.

Sidang uji materi Pasal 8 UU Pers ini juga menghadirkan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai pihak terkait lainnya. Mahkamah Konstitusi dijadwalkan akan melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut pada agenda berikutnya sebelum tahap pembacaan putusan.

Komentar