Publik Dihadapkan Harga Beras Tinggi, Ombudsman Soroti Tata Kelola Pangan

Jakarta (Riaunews.com) – Masyarakat kini menghadapi harga beras yang tinggi, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Ombudsman RI menilai kondisi ini bukan disebabkan keterbatasan stok, melainkan lemahnya tata kelola pangan yang belum optimal.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menyebut program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) maupun bantuan pangan belum mampu menekan harga agar sesuai harga eceran tertinggi (HET). “Jika kondisi ini dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pangan akan runtuh,” tegas Yeka, Rabu (3/9/2025).

Berdasarkan pemantauan Ombudsman sejak Agustus 2025, harga beras premium saat ini berkisar Rp14.700 hingga Rp32.400 per kilogram, sedangkan beras nonpremium mencapai Rp21.000 hingga Rp37.500 per kilogram. Beras SPHP yang dijual Rp12.500 per kilogram pun sering dikeluhkan karena mutu dan kualitasnya rendah.

Ombudsman juga mengungkapkan, realisasi bantuan pangan beras baru 360.000 ton atau 98,62 persen, lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, penyaluran SPHP baru 302.000 ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton, dengan rata-rata distribusi harian hanya 2.392 ton, jauh di bawah kebutuhan 86.700 ton.

Yeka meminta Presiden Prabowo Subianto menugaskan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit tata kelola pangan agar lebih akuntabel. Menurut Ombudsman, potensi kerugian negara akibat pengelolaan beras yang tidak optimal mencapai Rp7 triliun, berasal dari biaya pengadaan gabah yang tinggi hingga potensi pembuangan stok beras pemerintah yang sudah lama tersimpan.