Phnom Penh (RiauNews) — Pemerintah Kamboja secara tegas membantah tuduhan Thailand bahwa Kamboja merupakan pihak pertama memulai permusuhan di perbatasan. Pernyataan penolakan disampaikan Letnan Jenderal Maly Socheata, Wakil Sekretaris Negara dan Juru Bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kerajaan Kamboja, Ahad pagi (2707/2025).
Seperti dilansir Khmer Times, dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan Kamboja menyebut tuduhan Thailand tersebut “tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab.” Pihak Kamboja menyatakan bahwa serangan justru dimulai oleh Thailand, dimana pada Ahad (27 /072025) pukul 02.00 dini hari telah menembakkan artileri ke posisi Eagle Field. Serangan dilanjutkan pukul 02.30 ke wilayah Tathav, Phnom 333, dan Phnom Khaing, serta pukul 04.50 ke Prasat Ta Moan Thom dan Prasat Ta Krabei.
Militer Thailand juga disebut melancarkan invasi darat pukul 06.00 ke wilayah Phnom Khaing, An Ses, dan Eagle Field, kemudian diikuti serangan berskala besar dengan tank dan infanteri pada pukul 06.30 ke wilayah Veal Indri 5 Makara, Phnom Khaing, dan An Ses.
Pemerintah Kamboja menyayangkan tindakan agresi tersebut terjadi di tengah upaya mediasi yang sedang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan disebut telah mendapat dukungan dari Perdana Menteri Kamboja Hun Manet.
Kamboja menilai pelanggaran terhadap kedaulatan dan hukum internasional oleh Thailand merupakan ancaman serius terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan. Pemerintah Kamboja juga menyerukan agar Angkatan Darat Kerajaan Thailand menghentikan penggunaan dalih palsu untuk membenarkan invasi.
Melalui pernyataan resminya, Kamboja meminta komunitas internasional untuk menuntut pertanggungjawaban Thailand dan mendesak penghentian semua permusuhan. Kamboja juga menegaskan kembali komitmennya terhadap gencatan senjata segera dan penyelesaian damai sengketa sesuai hukum internasional, serta menegaskan hak bela diri sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.







Komentar