
Pekanbaru (Riaunews.com) – Pemerintah Provinsi Riau berencana memberikan penghargaan istimewa kepada dua anak gajah penghuni Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Domang dan Tari. Keduanya akan dinobatkan sebagai warga kehormatan Provinsi Riau sebagai simbol penting hubungan timbal balik antara manusia dan alam.
Gubernur Riau Abdul Wahid menyampaikan hal tersebut usai menghadiri Upacara Hari Bhayangkara ke-79 di Pekanbaru, Selasa (1/7/2025). Menurutnya, gagasan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah daerah untuk memperkuat kesadaran ekologis dan mengedepankan perlakuan hormat terhadap satwa sebagai bagian dari komunitas hidup.
“Domang dan Tari akan kita beri semacam kartu identitas. Kita beri KTP karena bagaimana pun mereka juga warga kita. Ini bagian dari semangat hidup berdampingan dengan seluruh ekosistem,” kata Wahid.
Langkah penobatan ini tidak sekadar simbolis. Pemprov Riau ingin mengangkat posisi satwa liar sebagai bagian dari ekosistem sosial yang memiliki hak untuk hidup berdampingan secara damai dengan manusia. Wahid menekankan bahwa menjaga keseimbangan antara manusia, flora, dan fauna merupakan langkah strategis demi keberlanjutan hidup bersama.
“Kita ini makhluk mutualisme. Maka penting menjaga keseimbangan alam supaya keberlanjutan manusia juga terjaga,” ujarnya.
Gubri juga mengingatkan bahwa kerusakan hutan akan berdampak luas, termasuk pada peningkatan emisi karbon dan terganggunya kadar oksigen di atmosfer. Oleh karena itu, menjaga hutan bukan hanya soal konservasi, tetapi juga menjaga napas kehidupan bagi generasi mendatang.
“Jika hutan tidak dijaga, emisi karbon akan menebal dan bisa mempengaruhi oksigen yang ada di ozon. Ini akan membahayakan kita semua,” tambahnya.
Gagasan tersebut mendapat dukungan penuh dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), termasuk Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heriawan. Ia menyatakan bahwa Domang dan Tari pantas menjadi simbol suara-suara tak terdengar dari satwa liar yang selama ini menjadi korban eksploitasi alam.
“Domang dan Tari ini tidak bisa membuat petisi, tidak bisa mengangkat mik atau toa untuk meneriakkan ketidakadilan. Mereka adalah simbol yang kita angkat agar kita tidak melupakan makhluk lain dalam pembangunan,” ungkap Kapolda.
Sebagai wujud dukungan nyata, seluruh jajaran Forkopimda, termasuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), berkomitmen memperkuat kerja sama dalam mendukung kebijakan pelestarian lingkungan, terutama di kawasan TNTN. Tujuannya adalah menanamkan nilai hidup berdampingan secara adil dan harmonis dengan alam.
“Komitmen Pak Gubernur ini akan kita dukung bersama Forkopimda dan Satgas PKH,” pungkas Herry Heriawan.







Komentar